Makanan adalah salah satu kebutuhan paling di cari saat ini, apalagi di
masa pandemic seperti ini. Saat beberapa kota/kabupaten mulai memberlakukan
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), bermunculan berita tentang keluarga-keluarga
yang kelaparan meskipun akses makanan tak pernah di tutup. Mulai terasa bahwa ketahanan pangan kita sangat perlu perhatian padahal kita adalah negara agraris,
yaitu negara yang sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian.
Ironinya, Indonesia adalah negara ke-dua terbanyak yang membuang makanan
menjadi sampah. Sampah makanan bisa di
katagorikan menjadi dua macam, food loss
dan food waste. Food
loss adalah hilangnya
sejumlah pangan antara rantai pasok produsen dan pasar. Permasalahan food loss
bisa diakibatkan oleh proses pra-panen seperti pangan tersebut tidak sesuai
dengan mutu yang diinginkan pasar, permasalahan dalam penyimpanan, penanganan,
pengemasan dari pangan tersebut sehingga produsen memutuskan untuk membuang
pangan tersebut karena ditolak oleh pasar.. Food loss biasanya terjadi
akibat tingkat produksi pangan yang tinggi namun tidak diimbangi dengan teknologi yang memadai
sehingga sebelum sampai ke tangan konsumen pangan tersebut ada yang rusak
dalam prosesnya maupun tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar.
Sedangkan food waste adalah makanan yang dibuang padahal makanan tersebut masih aman dan bergizi untuk
dikonsumsi, namun jika mengacu pada
definisi yang diberikan oleh FAO food
waste berarti jumlah sampah yang dihasilkan pada saat proses pembuatan
makanan maupun setelah kegiatan makan yang berhubungan dengan prilaku penjual
dan konsumennya.
Food waste bisa berasal dari rumah tangga ataupun dunia usaha, misalnya
makanan yang masih bersisa di piring atau di meja makan lalu di buang atau
makanan kadaluarsa di toko atau
supermarket. Data dari FAO, sepertiga makanan yang
diproduksi manusia terbuang sia-sia,
padahal kita punya target dari point ke 12 SDGs (Sustainable Development Goals) mereduksi sisa makanan dan memastikan bahwa setiap orang sadar gaya
hidup yang berkelanjutan secara harmonis dengan alam
Memasuki
abad ke-21 dalam pengelolaan sampah kita mengenal resource management, artinya bagaimana kita
menangani sumber daya yg kita buang dengan cara yg tidak 'mengurangi atau
menghilangkan' nilainya bagi generasi masa depan? Atau yang lebih di kenal dengan Circular economy. Sebelum benar-benar jadi sampah kita
harus memastikan bahwa food waste harus
kita jaga dan kembalikan ke alam, maka food
waste harus kita jadikan :
- Makanan orang, karena masih banyak orang yang kelaparan. Jika sisa makanan kita masih layak makan maka berikanlah pada orang yang membutuhkan.
- Makanan hewan, jika ada hewan di sekitar kita maka berikanlah sisa makanan kita pada hewan yang bisa memakannya.
- Makanan tanah, kita memerlukan tanah subur tanpa polutan untuk menghasilkan makanan sehat agar masyarakatnya juga sehat. Yaitu dengan berbagai teknik pengomposan seperti biopori, tong komposter, Takakura, pipe composter dan lain sebagainya
Jika food waste sudah benar-benar menjadi
sampah makanan maka ada 4 tahap yang
harus kita perhatikan yaitu
- Pisahkan material organik sisa masak atau makan
- Kompos, yang pada prinsipnya adalah kembalikan ke alam dengan berbagai cara
- Manfaatkan sebagai media tanam atau pupuk kompos
- Tanam kembali, jika memungkinkan sisa makanan tersebut harus kembali ke dapur dan menjadi konsumsi harian dengan cara di tanam kembali, sehingga tercapailah circular economy
Jika 4 langkah tersebut kita
lakukan maka kita mendapat manfaat sbb:
- Mengurangi volume sampah yang sampai ke TPA
- Mengurangi biaya angkut ke TPS/TPA
- Memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi dari pada sekedar sampah
- Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Menghemat SDA
Satu hal yang sangat penting kita lakukan dalam mensikapi kebutuhan
pangan kita adalah kurangi sedari awal kemungkinan makanan kita menjadi food
waste dengan 3 langkah sederhana ambil secukupnya, makan dan habiskan makanan
mu.
Lalu apa yang bisa kita lakukan saat pandemic seperti ini untuk
menguatkan ketahanan pangan masyarakat?
Mari kita mulai memanfaatkan lahan pekarangan dan mulai kreatif menanam
sendiri beberapa sumber makanan kita di rumah mengurangi konsumsi daging, memilih sayur-buah
lokal, memasak dengan benar, dan mengurangi sampah makanan.
Tini Martini Tapran
ketua Yayasan Generasi Semangat Selalu Ikhlas
(GSSI)