Senin, 03 April 2017

Tebar Kebaikan dan Kebermanfaatan Andalan ( angkatan dalapan salapan) aluni SMAN 3 bandung



Bandung telah mengalami degradasi kebersihan kota. Saatnya generasi sekarang menjadi agen perubahan dengan cara bergerak bersama untuk peduli akan perilaku hidup bersih dan sehat terutama dilingkungannya sendiri. Kebersihan dan kesehatan kota seharusnya di rasa menjadi bagian dari kebutuhan. Untuk itu diperlukan aksi menyeluruh secara terpadu dari aspek penyadaran, pelatihan, aksi hingga apresiasi .
KBS (Kawasan Bebas Sampah) adalah Kawasan yang sudah terbangun sistem pengelolaan sampahnya secara mandiri oleh masyarakat dengan menjalankan lima prinsip utama, yaitu :
ü   keterlibatan warga
ü   kemandirian
ü   efisiensi
ü   pelestarian lingkungan
ü   Keterpaduan

opa Paul Connet Bapa Zerowaste Dunia


Cibunut adalah sebuah kampung yang terletak di kelurahan Kebon Pisang, Bandung.  Pintu masuk Cibunut ada di jalan Sunda setelah setopan veteran. Kawasan ini memiliki sejarah yang panjang sampai menjadi kawasan pemukiman yang sangat padat. beberapa tahun belakangan ini cibunut mulai menampakkan geliatnya.  Mereka terus berproses  menuju kampung kreatif berwawasan lingkungan. 
Walau sudah memiliki dasar dan potensi, masyarakat Cibunut masih memerlukan sedikit dorongan. Hadirnya Bu Tini dan GSSI memberi dorongan, membina serta memfasilitasi masyarakat secara perlahan. Selain itu hal yang paling utama dan paling terasa oleh masyarakat terutama para penggiat adalah pintu-pintu yang dibuka oleh GSSI

Sebelum GSSI masuk, Cibunut belum terlalu terbuka. Kondisi jalannya kebanyakan sangat kumuh dan sempit. Sampah menjadi masalah utama yang umum ditemui di pinggiran jalan. Walau sudah mulai ada kesadaran lingkungan di antara penduduk, dibandingkan dengan sekarang tidak terlalu banyak kegiatan yang dilakukan untuk mencoba mengatasi masalah-masalah lingkungan yang sudah ada. Pada saat itu Cibunut terlihat seperti kebanyakan area pendudukan lainnya yang kumuh dan padat.

opa Paul Connet di cibunut
Setelah GSSI masuk terjadi perubahan-perubahan yang cukup halus tapi secara lama-kelamaan menjadi perubahan yang cukup signifikan. Sebenarnya tidak banyak yang perlu dilakukan oleh GSSI, karena mereka di sana hanya untuk mendampingi dan memfasilitasi para penduduk. Karena itu penggerak dan pembuat perubahannya itu adalah penduduknya sendiri.

Setelah GSSI masuk, terjadi perubahan yang cukup besar terutama dari cara bersikap para penduduk, mereka menjadi lebih ramah dan menerima, mereka juga menjadi lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah dan masalah-masalah lingkungan lainnya. Selain itu mereka juga bertambah erat dalam bermasyarakat, lebih dekat dan lebih cepat saling membantu.
Salah satu perubahan yang paling signifikan dan paling terlihat adalah berbagai seni lukisan dinding atau mural yang tampak di berbagai tembok dan sisi bangunan sekitar Cibunut. Hal tersebut adalah karya-karya masyarakat terutama para anggota Karang Taruna. Kesenian seperti itu cukup didorong dan banyak dikembangkan di kawasan Cibunut. Sampai sekarang terdapat sejumlah dinding yang tertutup oleh karya-karya seni masyarakat, dan karya-karya tersebut cukup dibanggakan oleh para penduduk. Mural seperti itu kini telah menjadi sebuah kekhasan kawasan Cibunut.
karang taruna cibunut finest di acara CFN

Maleer RW 09 dan RW 12 adalah pemukiman padat pula yang juga berproses menata lingkungannya. RW 09 terletak di pojok jalan Gatsu dan kiaracondong. RW 12 terletak di pinggir pemakaman Maleer belakang TSM.  Baik RW 09 maupun RW 12 Maleer terus berproses menuju kawasan yang hijau dengan program berkebun di lahan sempit.  Keterbatasan lahan tidak membuat surut semangat warga untuk berkebun. 
Masyarakat di 3 RW ini tentu saja mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin menyelesaikan masalah sampah dan mempercantik  lingkungannya.   



Dalam hal ini mereka berupaya untuk meminimalisir timbulan sampah yang mereka buang ke TPS. Mekeka melakukannya  dengan berbagai cara yang salah satu bagian terpentingnya adalah pemilahan sampah dari dalam rumah serta pengolahan sampah secara mandiri.   Mulai dari sosialisasi, edukasi, FGD bersama warga, Mural memilahan sampah, bank Sampah, pengolahan sampah organic dan an organic sampai pada pemanfaatan kompos lewat penghijauan 


GSSI (generasi semangat selalu ikhlas) yang di ketuai oleh Tini Martini Tapran telah berproses bersama masyarakat Cibunut RW 07 Maleer RW 09+RW 12 sebagai fasilitator KBS di 3 tempat tersebut.  Modal social yang dimiliki kawasan dan fasilitator yang handal belum optimal menyelesaikan masalah sampah dan lingkungan,  untuk itu diperlukan kerjasama banyak pihak .  Kami percaya kekuatan kolaborasi sehingga tentu saja kami membuka peluang kerjasama dan kolaborasi agar apa yang masyarakat bangun bersama bisa segera terwujud dan kita semua bisa melihat permodelan kawasan bebas sampah yang sesuai dengan amanat UU no 18 tahun 2008 
Di maleer ada Mas yanto dan kawan-kawannya sebagai petani pelajar yang sangat  membantu kami di kawasan. 

Di akhir  tahun 2016 adalah awal yang sangat menggembirakan bagi kami karena alumni SMAN 3 angkatan 89 bergabung bersama kami menjadi kolaborator di 3 kawasan ini, kekuatan jejaring dan sumber daya tambahan ini semoga bisa membantu mempercepat proses perwujudan kawasan bebas sampah.  Banyak hal yang bisa dilakukan di 3 kawasan ini tentu saja yang sesuai dengan kapasitas dan keahlian masing-masing.  Mulai dari sumbang ide, pemikiran, tenaga sampai dana.  Mari satukan langkah menuju Indonesia Bebas Sampah 2020 












Pengalaman menghadiri Zerowaste International Conference



Seminggu menjelang keberangkatan saya baru di kontak Teh Ria, saya tentu saja senang tapi juga bingung karena harus mengatur jadwal ngajar dan kegiatan lainnya yang berakhir meliburkan siswa sebagian demi ikut rombongan Zerowaste Metro Bandung
Perjalanan di mulai Senin, 23 januari 2017 kami datang masing-masing beda waktu karena kami menyelesaikan dulu beberapa pekerjaan masing-masing.  Tepat jam 22.00 WIB kami semua sudah berkumpul di  bandara Soekarno Hatta untuk cek in karena kami akan menuju ke kota Manila untuk menghadiri undangan “13th Zerowaste International Conference” dari Mother Earth Foundation Dalam Rangka “Zero Waste Month”
Kami makan malam di Bandara setelah boarding dan menunggu saatnya terbang, tepat   jam 00.45 pesawat kami mulai bergerak menuju bandara internasional Ninoy Aquino International Airport dan tiba disana jam 05.55 waktu setempat.  Manila satu jam lebih dulu dari Bandung.  Kami tiba di bandara dan  di jemput langsung oleh Mr Froilan Grate dari Mother Earth Foundation  dan makan pagi di foodcourt bandara.  Saya merasa sangat semangat karena ingin mencoba makanan khas philipina yang bernama halo-halo yang ternyata di semacam es campur namun mereka punya ciri khas sesuatu yang bernama UBE, dibuat dari ubi ungu juga camporado bubur coklat. 





Setelah urusan bandara dan perut selesai kamipun menuju hotel  Microtel, Eastwood yang terletak Di Eulogio Rodriguezjunior Avenue Quezon City sekitar 1 jam dari Airport.  Kami beristirahat sejenak dan dipersilahkan untuk acara bebas sampai jam 17.00. Pak David memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya di kamar hotel sementara kami ber-5 memilih untuk mencari makan siang di mall terdekat.  Ternyata kami menemukan kesulitan dalam mencari makanan halal karena ternyata hampir semua foodcourt disana menjual masakan daging babi.  Akhirnya kami semua memilih jalan aman dengan membeli jus buah saja dan sedikit window shopping dan mencoba moda transport khas Manila yaitu jeepney.  Sejenis oplet panjang yang asli dibuat di dalam negri dengan desain yang lucu-lucu dan dengan ongkos yang sangat murah hanya 7 peso saja seorang.  

Malam itu kami dijamu makan malam bersama para delegasi dari berbagai negara yang sudah sampai di kota Quezon Manila.  Sungguh diluar dugaan bahwa ternyata kami dari Indonesia merupakan rombongan yang cukup besar dengan total 11 orang sedangkan dari negara lain cukup 1-2 orang saja.  Mengapa special? Karena Bandung, Soreang dan Cimahi dari Indonesia ingin menduplikasi success story kota San Fernando dalam hal pengelolaan sampahnya.  Dan yang lebih special lagi karena ada 2 pembicara dari Indonesia.
Malam itu digunakan sebagai ajang perkenalan kami dengan para aktivis lingkungan dan para zerowaste-ers dunia.  Mereka yang disana adalah orang-orang yang akan menjadi pembicara di acara 13th Zerowaste International Conference ini. Sungguh suatu pengalaman yang sangat berharga buat saya khususnya karena bisa berinteraksi dan saling update tentang kegiatan lingkungan di berbagai negara. 



Hari yang dinantipun tiba di Bahay Ng Alumni, Magsaysay Avenue University Of Philipines  dan kami duduk di round table dan siap mengikuti parade pembicara-pembicara hebat.  Subhanallah sungguh sangat senang mengetahui perkembangan dunia per-zerowaste-an di belahan lain di dunia.  Kesamaan menyatukan kami dan kesamaan tujuan membuat kami merasa satu barisan yang sangat kuat. Hal ini menambah  semangat saya untuk bisa mewujudkannya di sini di kotaku tercinta Bandung.
Banyak hal yang bisa kami jadikan pelajaran dan banyak hal yang membuat kami merasa perlu untuk berbuat dan meneruskan kegiatan kami dengan satu keyakinan bahwa ini sangat bisa kita lakukan dengan kolaborasi dan sinergi antar lembaga yang kuat dan kokoh kita bisa.  
 
Pengelolaan sampah bukan masalah teknologi tinggi tapi butuh keseriusan dari semua pihak.  Hal ini semakin menguat saat bincang-bincang di meja makan saat dinner di rumahnya Mrs. Sonia Mendoza suasana kekeluargaan mencair sehingga membuat kami bisa berkomunikasi segala hal.  Saya merasa sangat beruntung telah mengenal mereka dan bisa berinteraksi langsung bersama mereka.  Dan satu kekuatan kami adalah kami semua mengagumi orang yang sama yaitu Opa Paul Connet bapa zerowaste sedunia. Sehingga saat berpisah malam itu terasa berat karena kami masih ingin banyak ngobrol namun malam sudah semakin larut dan kami harus mempersiapkan fisik kami untuk kegiatan esok harinya. Bye my friends see you tomorrow.


Hari ketiga kami berkemas dan harus cek out karena kami akan pindah kota untuk menginap malam ini.  Pagi itu kami mengunjungi salah satu MRF  di  barangay Fort Bonifacio, Taguig trotoar yang dulunya merupakan tempat pembuangan sampah illegal dan jorok telah disulap menjadi taman yang sangat asri dilengkapi dengan fasilitas edukasi, pembibitan,  pengomposan, berkebun dan yang sangat amazing  adalah sampah yang dihasilkan penduduk situ dalam cakupan satu barangay (kelurahan) hanya beberapa karung saja sebagai residunya.  Mereka sudah bisa memilah sampah dari rumahnya dan para collector nya menarik sampah sesuai jenisnya.  Subhanallah negri yang mayoritas non muslim pun bisa kok masa kita ga, yuk ah jangan hanya slogan “kebersihan sebagian dari iman” teh. 
Di barangay ini pendanaan dari kelurahan langsung dan para petugas kelurahannya pun ikut menyambut kami disana. Sedangkan warga tidak dipungut biaya asal sampahnya sudah terpilah free tapi “no segregation no collection” loh artinya klo sampahnya tidak terpilah maka ga akan diambil, tidak  ada alasan untuk tidak memilah karena tidak ada kesempatan  untuk warga membuang sampahnya selain di collect sama petugas nya. Semoga kita pun bisa melaksanakan hali ini agar Bandung bisa lebih baik dan sungainya tidak lagi kotor.
Kami makan siang di mall dengan menu sea food, terus terang dari semua jam makan sejak kami sampai pilipina saat inilah makan kami yang paling enak dan puas. Terima kasih kuya Froi atas jamuannya. 
Setelah makan siang kami pergi ke MRF di Barangay Potrero In Malabon City.  Disana pun kami melihat simulasi warga memilah dan meng-collect sampahnya sampai pengolahan nya di MRF.  Sungguh sangat menakjubkan mereka bisa melakukannya.
Setelah itu kami bersama-sama pergi ke kota san Fernando dan cek in di hotel Bliss untuk sejenak melepas lelah. Kami mandi dan shalat saja kemudian pergi makan malam bersama, lagi-lagi makan malam jadi ajang interaksi bertukar cerita yang asik. Karena itu kami padat dan penuh dengan aktivitas luar maka kami dihimbau untuk segera pulang dan beristirahat karena esok hari kami masih ada jadwal kegiatan. 



Akhirnya sampailah kami dihari terakhir di Philipina.  Kami menghadiri Zerowaste Cities Forum Di San Fernando City In Pampanga yang langsung dibuka oleh wali kota nya langsung dan dihadiri oleh para barangay kapten (lurah), dan para penggiat lingkungan disana.  Suanana nya sangat cair dan santai.  Setelah pak walikota membuka acara tersebut khusus rombongan Indonesia diterima  untuk audiensi dengan pak walikota san Fernando dan yang lainnya meneruskan acara.  

Audiensi berjalan dengan santai dan subhanallah penjelasannya sangat jelas dan saya sangat kagum dengan sosok walikota ini yang punya visi, misi dan etos kerja yang baik, sehingga kota san Fernando ini menjadi kota pertama di philipina yang berhasil mengelola sampahnya dengan tingkat reduksi paling besar. 
Selesai audiensi kami semua beserta para delegasi dari berbagai negara lain mengunjungi satu sekolah yang dipimpin oleh satu suster yang humble, subhanallah sekolah ini berhasil mereduksi sampah yang dikirim ke TPS sebanyak 95% amazing. Caranya seperti apa? Dengan memilah sejak dari sumbernya.  Dikantinnya sebagai sumber dari datangnya sampah terbesar tidak ada kemasan. Mereka menyediakan makanan siap saji sehat dan tanpa kemasan.  Pring, gelas, sendok, garpu semuanya yang bisa dicuci.  Jika anak-anak selesai makan-minum maka mereka akan memilah sampahnya sendiri ditempat yang disediakan bahkan jika mereka ingin membantu mencuci langsung pun ada tempatnya.  
Semua sampah yang ada disana sudah terpilah dan tempat sampahnya juga sudah tersedia, dan apa kata bu kepala sekolahnya? Hal ini dicapai hanya dalam proses edukasi selama 3 hari saja.  Kuncinya adalah siapkan dulu infrastuktur dan sistemnya, anak-anak sangat gampang untuk di edukasi jika semua sudah kita siapkan katanya.  Benar-benar satu contoh real yang sebenarnya sangat bisa diduplikasi. 
Kami dijamu makan siang oleh sekolah tersebut namun hanya orang Indonesia yang ga bisa makan siang disana karena mereka measak babi nya bersamaan. Terima kasih kembali pada ibu kepala sekolah dan kuya Froi yang sudah memberitahu kami untuk tidak makan disana.  Saya memilih minuman saja untuk menghargai tawaran mereka. 
Setelah itu kami mengunjungi TPA sementara, dan dibanding dengan TPA dan TPS yang ada dikita mereka jauh lebih bersih.   Setelah itu kami makan siang di kator walikota kembali dan pamit pulang pada semua karena kami harus bergegas ke bandara untuk terbang kembali ke Indonesia.  

Saat itu terasa sangat mengharukan karena ternyata walaupun kebersamaan kami selama beberapa hari saja tapi berat terasa untuk berpisah bersama teman-teman yang punya semangat dan cita-cita yang sama.  Peluk erat dan jabat  hangat sahabat seperjuangan dalam mewujudkan dunia yang lebih baik.   Bye bye friends see u in Bandung next year insyaa Allah.